Putusan MA Terkait Izin PLTU Celukan Bawang di Bali
Putusan Mahkamah Agung (MA) kali ini berisi tentang penolakan kasasi yang diajukan LSM Lingkungan yang menggugat izin pembangunan PLTU Celukan Bawang.
Polemik izin PLTU Celukan Bawang berawal saat Gubernur Bali menerbitkan izin pembangunan proyek PLTU di Kabupaten Buleleng pada 28 April 2017.
Proyek itu mendapat penolakan dari LSM Lingkungan, serta sejumlah warga, yakni I Ketut Mangku Wijana, Baidi Sufarlan dan I Putu Gede Astawa. Mereka menganggap proyek itu menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Selanjutnya, Mereka mengajukan gugatan ke PTUN Denpasar pada 16 Agustus 2018, PTUN Denpasar tidak menerima gugatan tersebut. Putusan itu dikuatkan oleh PTUN Surabaya pada 26 Desember 2019. Atas hal itu, LSM Lingkungan dan sejumlah warga mengajukan kasasi.
Lalu, Apa Putusan MA Soal Izin PLTU Celukan Bawang?
Permohonan kasasi dari pihak pemohon yang dalam hal ini adalah LSM Lingkungan dkk ditolak oleh Majelis Hakim MA.
Ketua Majelis Hakim Yulius dan anggotanya Hari Djatmiko dan Yosra menolak permohonan LSM Lingkungan karena telah melewati tenggat yang telah diberikan, yakni lebih dari 90 hari setelah SK terbit. Putusan MA tersebut telah sesuai dengan Pasal 55 UU Peradilan Tata Usaha Negara.
Sekedar informasi, PLTU Celukan Bawang sendiri merupakan pembangkit listrik yang dimiliki oleh Putusan MA Tjandra Limanjaya.
Sejak beroperasi secara komersial pada September 2015 lalu, PLTU Celukan Bawang telah berkontribus terhadap kebutuhan listrik di Pulau Dewata sebesar 43 persen.
Sebelum ada PLTU Celukan Bawang, wilayah Bali, oleh sejumlah orang dianggap masih defisit listrik. Beberapa kali Bali mengalam pemadaman bergilir selama satu hingga dua jam setiap hari di daerah yang berbeda.
Adanya PLTU Celukan Bawang di Bali dapat disebut sebagai keberhasilan energi. Pasalnya, PLTU ini berhasil mengatasi defisit energi yang sempat melanda Bali.