Proyek Listrik Berbasis Energi Hijau: Komitmen Indonesia Menuju Transisi Energi

Sekitar 12 GW proyek listrik berbasis energi hijau di Indonesia telah rampung. (Antaranews.com)

Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim dengan meningkatkan pengembangan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan, khususnya proyek listrik berbasis energi hijau. Hal ini sejalan dengan target Nationally Determined Contributions (NDC) dalam Paris Agreement.

Pengembangan energi hijau menjadi salah satu fokus utama dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Hijau 2021-2030 yang dikeluarkan oleh PLN.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat total proyek pembangkit listrik sebesar 41 Giga Watt (GW) yang direncanakan, dengan 21 GW atau 52% di antaranya berasal dari energi baru terbarukan (EBT).

“Proyek ini adalah kesempatan besar bagi investasi luar negeri melalui skema Independent Power Producer (IPP) atau kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC),” ujar Jisman saat menjadi panelis dalam Forum The 7th Indonesia – China Energy Forum (ICEF) di Bali.

Hingga saat ini, sekitar 12 GW proyek listrik berbasis energi hijau telah rampung, sementara 18,7 GW lainnya masih dalam tahap perencanaan.

Proyek-proyek ini mencakup berbagai sumber energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 7 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 4,4 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 2,2 GW, dan sisanya dari pembangkit EBT lainnya.

Jisman juga menyebutkan bahwa total investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai USD28 miliar.

Pemerintah bersama PLN kini sedang mempertimbangkan peningkatan target pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT, yang diproyeksikan naik dari 21 GW dalam RUPTL eksisting menjadi 33 GW dalam Draft RUPTL yang baru.

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan bauran energi terbarukan dari 52% menjadi 76%, seiring dengan peningkatan kebutuhan listrik yang diperkirakan mencapai 72 GW pada tahun 2033.

Namun, pengembangan proyek listrik berbasis energi hijau ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala utama adalah ketidaksesuaian antara lokasi sumber energi terbarukan dengan pusat permintaan listrik. “Sumber-sumber energi terbarukan sebagian besar berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan, sementara pusat permintaan listrik terbesar ada di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Batam,” jelas Jisman.

Dengan potensi energi terbarukan yang besar, terutama dari tenaga surya, bioenergi, angin, dan panas bumi, Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin transisi energi di kawasan.

Namun, diperlukan strategi yang matang dan kerja sama lintas sektor untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan keberlanjutan proyek listrik energi hijau ini.

Demikian informasi seputar perkembangan proyek listrik berbasis energi hijau di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Sahabatsinergi.Com.

Tags: Bisnis, EBT, Ekonomi, Energi Baru Terbarukan, Indonesia, Keuangan, Nationally Determined Contributions, NDC, Paris Agreement, Pengembangan Energi Terbarukan, PLN

You may also like...