Revisi Perpres 112 Dinilai Berpotensi Menambah PLTU Batu Bara, IESR Beri Peringatan!

PLTU batu bara yang menjadi sorotan dalam revisi Perpres 112. (Inilah.com)

Institute for Essential Services Reform menyoroti rencana revisi Perpres 112 Tahun 2022 yang mengatur percepatan pengembangan energi terbarukan. Menurut IESR, terdapat dua usulan perubahan yang berpotensi menghambat agenda transisi energi nasional.

Pertama, adanya pelonggaran syarat pembangunan PLTU batu bara baru dengan alasan menjaga keandalan sistem. Kedua, masuknya ketentuan baru yang mengatur pembangkit listrik tenaga hibrida yang menggabungkan energi fosil dengan energi terbarukan.

IESR menilai bahwa dua usulan revisi ini dapat meningkatkan biaya listrik, melemahkan daya saing, serta menambah risiko aset fosil yang terbengkalai di masa depan. Langkah tersebut juga dianggap bertentangan dengan target Presiden Prabowo yang berambisi mencapai penggunaan energi terbarukan sepenuhnya dalam satu dekade mendatang.

Revisi Perpres 112, PLTU Batu Bara dan Ancaman terhadap Transisi Energi

CEO IESR, Fabby Tumiwa menjelaskan bahwa keandalan listrik tidak harus bergantung pada pembangunan PLTU batu bara baru. Ia menegaskan bahwa penguatan jaringan transmisi, pemanfaatan panas bumi dan hidro, serta pengembangan energi surya dan angin dengan dukungan sistem penyimpanan energi dapat menggantikan peran PLTU.

Fabby mengingatkan bahwa keberadaan PLTU tidak selalu menjamin pasokan listrik, seperti pemadaman di Pulau Timor pada November 2025 akibat gangguan pada unit PLTU Timor.

Selain itu, IESR menolak konsep PLT hibrida yang menggabungkan energi fosil dengan energi terbarukan karena dinilai dapat memperpanjang ketergantungan pada bahan bakar fosil. Emisi gas rumah kaca diprediksi meningkat jika pelonggaran pembangunan PLTU batu bara dipaksakan.

Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, menambahkan bahwa revisi ini dapat menurunkan daya saing industri Indonesia, terutama dalam menghadapi standar emisi ketat di pasar global. Produk nasional dikhawatirkan kalah bersaing sehingga menghambat target pertumbuhan ekonomi.

IESR mendesak pemerintah tetap berkomitmen mengakhiri operasi PLTU pada 2050 dan tidak membuka ruang bagi pembangunan PLTU baru, termasuk untuk kebutuhan industri. Penguatan energi terbarukan dan sistem penyimpanan dinilai menjadi kunci menjaga keandalan listrik selama masa transisi.

Peringatan IESR terhadap revisi Perpres 112 menjadi sinyal penting bagi arah kebijakan energi nasional. Peluang munculnya PLTU batu bara baru dinilai berisiko bagi target energi bersih dan daya saing industri.

Demikian informasi seputar revisi Perpres 112 dan dampaknya terhadap sektor PLTU Batu Bara di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di sahabatsinergi.com.

You may also like...