Transisi Energi Indonesia Butuh Rp3.700 Triliun, Sumber Dana Masih Jadi Tantangan?

Diharapkan kapasitas energi terbarukan hingga 120 GW dapat dibangun pada 2030. (sustainability.atmeta.com)

Transisi energi Indonesia yang berkelanjutan tengah digenjot, namun jalan menuju target nol emisi memerlukan investasi besar. Ketua Delegasi Indonesia di COP29, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa Indonesia memerlukan dana sekitar US$235 miliar atau Rp3.700 triliun untuk membiayai proyek-proyek energi bersih yang diproyeksikan.

Proyek itu mencakup pembangunan infrastruktur kelistrikan baru dengan kapasitas 100 gigawatt (GW) dalam 15 tahun, di mana 75% bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan nuklir.

“Kami mengundang pihak yang tertarik untuk berinvestasi,” ujar Hashim saat membuka paviliun Indonesia di COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11).

Hashim juga menyebutkan bahwa organisasi filantropi milik Jeff Bezos, Bezos Earth Fund, serta perusahaan multinasional seperti ExxonMobil dan British Petroleum telah menunjukkan minat untuk berpartisipasi dalam proyek hijau transisi energi Indonesia, termasuk pengembangan teknologi penyimpanan karbon.

Di sisi lain, Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan pentingnya Indonesia berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang efisien dan rendah biaya.

Manajer Program Sistem Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo menyebut bahwa kapasitas energi terbarukan hingga 120 GW dapat dibangun pada 2030, cukup untuk mendorong bauran energi terbarukan mencapai lebih dari sepertiga ketenagalistrikan nasional.

Dengan akselerasi ini, diharapkan mencapai puncak emisi dalam transisi energi Indonesia sebelum 2030 dan menuju nol emisi listrik berbasis energi terbarukan pada 2045.

Namun, tantangan utama terletak pada pendanaan. Pada hari kedua COP29, bank pembangunan multilateral mengumumkan komitmen baru sebesar US$120 miliar untuk negara berkembang hingga akhir dekade. Meski ada dorongan untuk memperbesar investasi, banyak investor institusional tetap khawatir karena risiko tinggi di sektor ini.

“Kami berharap kemitraan publik-swasta yang lebih besar untuk mengurangi risiko investasi,” ujar Clara Williams, Kepala Global ESG di Mercer.

Di tengah tantangan pendanaan ini, kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto didorong untuk menyusun strategi transisi energi yang tidak hanya berfokus pada target, tetapi juga reformasi kebijakan yang memungkinkan tercapainya energi terbarukan di seluruh lini.

Demikian informasi seputar transisi energi Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Sahabatsinergi.Com.

Tags: Bisnis, EBT, Ekonomi, Energi Baru Terbarukan, Energi Bersih, IESR, Indonesia, Institute for Essential Services Reform, Investasi, Investor, Keuangan, Proyek Hijau, Transisi Energi, Transisi Energi Indonesia

You may also like...