Kekayaan Intelektual di UMKM RI Sangat Tipis: Kesadaran Perlindungan Pelaku Usaha Cuma 10 Persen?

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly telah mengungkapkan bahwa masih ada banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah alias UMKM RI yang belum mendaftarkan produk-produk mereka kekayaan intelektual (KI) ke Kementerian Hukum dan HAM. Yasonna mengungkapkan bahwa dari total 64 juta UMKM di Indonesia, hanya sekitar 11 persen yang telah mendaftarkan produk KI mereka di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan HAM. Dia juga menekankan perlunya mendorong UMKM untuk lebih aktif dalam mendaftarkan KI mereka ke dalam sistem perlindungan.

“Dari 64 juta UMKM, baru sekitar 11 persen yang telah menyadari pentingnya melindungi hak kekayaan intelektual mereka,” ujar Yasonna dalam acara ‘Satu Jam Bersama Menkumham’ di Universitas Udayana, Bali, beberapa waktu lalu.

Yasonna juga menyatakan bahwa perlindungan KI harus menjadi komponen penting dalam kebijakan ekonomi nasional. Meskipun UMKM RI memiliki potensi besar dalam menghasilkan produk dan merek sendiri, kesadaran tentang perlindungan KI masih perlu ditingkatkan.

“Dengan 64 juta UMKM, kita harus mendorong mereka untuk mendaftarkan KI mereka. Produk dan merek harus dilindungi, dan kesadaran tentang pentingnya mendaftarkan KI ini menjadi sangat penting,” tambahnya.

90 Persen UMKM RI Belum Paham Perlindungan Kekayaan Intelektual

Menurut Yasonna, perlindungan KI seharusnya dianggap sebagai alat yang dapat memajukan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, saat ini, sekitar 90 persen UMKM di Indonesia belum menyadari pentingnya melindungi KI mereka terhadap produk dan karya cipta.

Dalam era digitalisasi saat ini, pasar bagi UMKM RI telah menjadi lebih terbuka, dan produk UMKM tersebar secara luas melalui platform digital. Namun, fenomena ini juga diiringi oleh peningkatan kasus pembajakan dan pemalsuan produk atau karya cipta. Oleh karena itu, pemahaman tentang perlindungan KI di kalangan pelaku usaha masih sangat penting.

Yasonna juga menyoroti provinsi Bali yang telah memanfaatkan KI untuk meningkatkan ekonominya. “Bali dikenal sebagai daerah yang sangat bergantung pada sektor pariwisata, yang sangat terdampak selama pandemi. Namun, pendaftaran KI di Bali justru meningkat selama pandemi,” katanya.

Pada tahun 2020, ada sekitar 2.250 permohonan KI dari Bali yang diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Angka tersebut meningkat menjadi 4.265 permohonan pada tahun 2021, dan bahkan lebih tinggi lagi pada tahun 2022 dengan mencapai 5.555 permohonan. Hingga Agustus 2023, sudah ada 3.874 permohonan KI dari Bali, menunjukkan peningkatan sebesar 18 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Meskipun Bali adalah salah satu contoh yang sukses dalam memanfaatkan KI untuk pertumbuhan ekonomi, Menkumham Yasonna menyadari bahwa tantangan untuk menciptakan ekosistem ekonomi kreatif berbasis KI di seluruh Indonesia tetap besar. Diperlukan kerja sama dan kesadaran bersama dari semua pihak, termasuk pemangku kepentingan dan pelaku usaha lokal, untuk melindungi dan mengembangkan kekayaan intelektual Indonesia. Bagaimana tanggapan Anda soal topik UMKM RI ini?

You may also like...